Jumat, 20 September 2013

Kerajaan Mataram Islam





DESKRIPSI MENGENAI
KERAJAAN MATARAM ISLAM

Guru Pengampu : Ibu Ashar Rahmawati, S.Pd
Kelas   : XI IPA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimDa-O2-jVw3HA8wMmXkITcs2c138PKnwzSD2CIsvPluvKFYEeaodN3YrDtNxlc0FJIANShw5MNtULUlEWhtXpbGW-EaNckRfshypAqnGTKXMsZ3vQQLJVb33Xvs81SHY26mPuojyvUoxU/s320/mataram.jpg

Di susun Oleh :
1.      Siti Darojatur R                          (45)
2.      Siti Lalilatur R                           (46)
3.      Siti Nur Jannah                          (47)
4.      Wardah Ainur Rizqi                   (48)

MADRASAH ALIYAH NU BANAT KUDUS
JL. KHM. Arwani Amin Krandon Kudus  ' (0291) 443143
TAHUN PELAJARAN 2011/2012



KERAJAAN MATARAM  ISLAM
            Pada awal perkembangannya Kerajaan Mataram adalah daerah Kadipaten yang dikuasi oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu Raja Pajang kepada Ki Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang menjadi latar belakang munculnya kerajaan pajang. Ki Gede Pamanahan memiliki putra bernama Sutawijaya yang juga mengabdi kepada Raja Pajang sebagai Komando pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan meninggal tahun 1575, maka Sutawijaya menggantikannya sebagai Adipati di Kota Gede tersebut. Setelah pemerintahan Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang saudara antara Pangeran Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, Bupati Demak yang merupakan keturunan dari Raden Trenggono.
            Akibat dari perang saudara tersebut, maka banyak daerah yang dikuasai Pajang melepaskan diri, sehingga hal inilah yang mendorong Pangeran Benowo meminta bantuan kepada Sutawijaya. Atas bantuan Sutawijaya tersebut, maka perang saudara dapat diatasi dan karena ketidak mampuannya maka secara sukarela Pangeran Benowo menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Pajang dan sebagai kelanjutannya muncullah Kerajaan Mataram.
1.                  LETAK GEOGRAFIS KERAJAAN MATARAM
      Terletak di Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di Kota Gede yaitu di sekitar Kota Yogyakarta sekarang.
2.                  SUMBER SEJARAH
      Sumber sejarah mengenai berdiri dan berkembangnya Kerajaan Mataram Islam dapat dilihat dari hal-hal berikut :
1.      Keraton Yogyakarta dan Surakarta.
2.      Pura Mangkunegara dan Pura Pakualam.
3.      Serat Wulangreh karya Ranggawarsita.
4.      Serat Centhini karya Mangkunegara IV.
5.      Kitab Sastra Gendingyang merupakan filsafat karangan Sultan Agung.
6.      Kitab Nitisruti, Nitisastra dan Astrabata yang berisi ajaran tabiat baik yang bersumber pada Kitab Ramayana.

3.                  KEHIDUPAN POLITIK
      Adapun Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Islam antara lain sebagai berikut :
1.      Sutawijaya  / Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin Panotogomo
( 1586-1601 M)
Sutawijaya adalah keturunan dari Ki Ageng Pemanahan yang mendapat hadiah sebidang tanah dari Raja Pajang yaitu  Hadiwijaya karena atas  jasanya. Sutawijaya menjabat sebagai raja pertama  di Mataram dengan gelar Panembahan Senopati. Pada masa pemerintahannya banyak terjadi pemberontakan. Para Bupati yang semula tunduk pada Mataram, seperti Demak dan Pajang, memberontak ingin lepas dan menjadi kerajaan merdeka. Pusat perlawanan terhadap Mataram adalah Demak, Jepara, Kudus, Pajang, Gresik, dan Surabaya yang menghimpun kekuatan dari Kediri, Madiun, dan Ponorogo. Akan tetapi, Senopati terus berusaha menundukkan bupati-bupati yang menentangnya. Pada akhir masa pemerintahnnya (1601 M), Mataram telah berhasil meletakkan landasan kekuasaannya mulai dari Galuh (Jawa Barat) sampai Pasuruan di Jawa Timur.
2.      Mas Jolang / Panembahan Sedo Krapyak (1601-1613 M)
Sepeninggal Panembahan Senopati, penggantinya adalah putranya, Mas Jolang. Pada masa pemerintahannya, benturan antara daerah pesisir dan Mataram terus berlangsung. Bahkan, makin banyak bupati pesisir yang memberontak terhadap Mataram. Masa pemerintahan Mas Jolang diwarnai dengan peperangan yang melelahkan terhadap para pemberontak sehingga tidak mampu memperluas wilayahnya dan akhirnya ia wafat di daerah Krapyak. Oleh karena itu, ia diberi gelar Panembahan Seda Krapyak.
3.      Mas Rangsang / Sultan Agung Hanyokkrokusumo (1613-1645 M)
Pengganti Mas Jolang adalah putranya Mas Rangsang. Setelah naik tahta, ia bergelar Panembahan Agung Senopati atau lebih dikenal dengan Sultan Agung. Pada masa pemerintahnnya, Mataram mencapai puncak kejayaannya. Sultan Agung berusaha menyatukan Pulau Jawa. Mulai tahun 1615 M, Sultan Agung mulai menggempur pertahanan para bupati daerah pesisir. Satu demi satu daerah, seperti Semarang, Jepara, Demak, Lasem, Tuban dan Madura dapat ditundukkan Mataram. Daerah pedalaman, seperti Madiun, Ponorogo, Blora dan Bojonegoro pun tunduk kepada Mataram. Perlawanan itu telah memakan waktu 9 tahun, tetapi Surabaya belum berhasil ditundukkan. Kemudian Mataram mengirimkan prajurit sebanyak 80.000 orang ke Surabaya dan akhirnya pada tahun 1625 M Surabaya takluk kepada Mataram. Setelah Surabaya jatuh, Sultan Agung menjadi Raja seluruh Jawa, kecuali Banten dan Batavia. Sultan Agung mencoba merebut Batavia dari Belanda pada tahun 1628 dan 1629. Namun, usaha Sultan Agung mengalami kegagalan.
4.      Amangkurat I / Pangeran Tegal Arum (1645-1677)
5.      Amangkurat II / Adipati Anom (1679-1704)
6.      Amangkurat III / Sunan Mas (1704)
7.      Paku Buwono I / Pangeran Puger (1719)
8.      Amangkurat IV / Sunan Prabu (1719-1727)
9.      Paku Buwono II
10.     Paku Buwono III
Mataram Surakarta
                                             Perjanjian Giyanti, 13 Pebruari 1755
Hamengkubuwono I
(Mataram Yogyakarta), Kerajaan Mataram dibagi menjadi 2 wilayah :
1.      Daerah Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya bergelar Sultan Hamengkubuwono.
2.      Daerahan Kesuhunan Surakarta dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwono.
11.     Paku Buwono III
                                      Perjanjian Salatiga, 1757 (Mas Sa’id, Pangeran Samber Mangkunegoro I                                                   Nyowo).
(Mangkunegaran), Kerajaan Mataram dibagi menjadi 4 Kerajaan Kecil :
1.      Kerajaan Yogyakarta.
2.      Kerajaan Pakualaman.
3.      Kerajaan Surakarta.
4.      Kerajaan Mangkunegara.


gif_1.gif

                                                                             
4.                  KEHIDUPAN EKONOMI
            Letak Kerajaan Mataram dipedalaman, maka Mataram berkembang sebagai Kerajaan Agraris yang menekankan dan mengandalkan Bidang Pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan tetap diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerah-daerah pesisir. Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di Jawa Tengah, yang daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, disamping kayu, gula, kapas, kelapa dan Palawija. Sedangkan dalanm bidang perdaganagan, Beras merupakan komoditi utama, bahkan menjadi barang Ekspor karena pada abad 17 Mataram menjadi pengekspor Beras paling besar pada saat itu. Dengan demikian kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat karena didukung oleh hasil bumi Mataram yang besar.
5.                  KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
            Sebagai kerajaan yang bersifat Agraris, masyarakat Mataram disusun berdasarkan sistem Veodal dengan sistem tersebut maka Raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk mrlaksanaksn pemerintahan, raja dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan. Tanah lungguh tersebut dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya adalah rakyat atau petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan adanya sistem Veodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat berkuasa terhadap tanah-tanah yang dikuasinya. Sultan memiliki kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai Panatagama yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung serta seni sastra berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam pembuatan gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Contohnya gapura Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada masa Sultan Agung.
            Contoh lain hasil perpaduan budaya Hindu-Budha-Islam adalah penggunaan kalender Jawa, adanya Kitab Filsafat Sastra Gending dan Kitab Undang-Undang yang disebut Surya Alam. Contoh-contoh tersebut merupakan hasil karya dari Sultan Agung sendiri. Di samping itu juga adanya upacara Grebek pada hari-hari besar Islam yang ditandai berupa Kenduri Gunugan yamng dibuat dari berbagai makanan maupun hasil bumi. Upacara grebek tersebut merupakan tradisi sejak zaman Majapahit sebagai tanda terhadap pemujaan nenek moyang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MA'HAD AL-JAMI'AH WALISONGO SEMARANG